Sabtu, 11 Mei 2013

Bangku Kami Dimakan Tikus [sebuah puisi]



Ada logaritma di sisi depan bangku duduk
Ah, masih jauh.. susah digapai
Aku masih disini bersama temanku
Oh ternyata, baris tambah kami kurang kali sama
Oh ternyata, ada bak catur diluar jeruji kami
Oh ternyata juga, kami memang masih di Jeruji! Loh, kok kami?

Tak mengapalah kami jauh, setidaknya les tak akan diperiksa
Mereka sudah rusak karena terlalu banyak retorika, menggaruk sampah saja
Loh, ternyata memang rusak digaruk
Loh, ternyata memang kehabisan makanan
Loh, kenapa trigonometri kami yang diambil?
Loh! Kamu sudah kehabisan makanan di gubuk lain?!
Ya Tuhan, tikus-tikus itu pandai..

Ah, aku mau menutup mata
Bukan karena mauku dan teman-temanku kekinian
Jangan menuduh aku tutup mata karena BODOH!
Baca tulis hitungku raup dimakan!
Ah, proposal banci berkeliaran, aku muak!
Ya Tuhan aku tertinggal, aku malu!
Tikus Tikus itu, kalau kutangkap bisa kupatahkan ekornya!
Ah, entahlah, itu masih presepsiku untuk ukuran seperti ini
Tuan Tikus kalau ditanya Aritmatika Ngerti Nggak?

Maaf tuan Tikus, aku bukan Ternak!
Aku berjalan kok lenteraku direbut?
Aku berhenti, aku dicambuk dari belakang!
Awas ya kalau aku bercumbu lagi dengan pasukan serakku!
Tuan Tikus, kau mati kataku!
Ah, lagi-lagi, aku masih murahan..
Cukup tau saja mereka ini, bikin aku bercerai dari jajar genjangku.
Toh yang aku tonton, baja hitam dicopot angin kempis sudah!
 

Puisi ini tadinya yang mau penulis serahin di Pameran Jurnalistik salah satu Pers di malang, tapi saya membuat sebuah Puisi lainnya (yang akhirnya saya serahkan sebagai karya) dengan konsep Puisi Kontemporer, menyenangkan. daripada tidak terpublish, yang satu ini masih enak ga dimakan waktu kok, Toh kondisinya masih sama kaya yang diatas kaan? :)



~

0 komentar:

Posting Komentar

 
;